ILMU BUDAYA DASAR
Wayang Kulit
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau yang sering kita sebut kebudayaan. Keanekaragaman budaya yang terdapat di Indonesia merupakan suatu bukti bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya.
Salah Satu budaya di Indonesia adalah wayang kulit. Wayang kulit sudah berkembang sejak abad ke- 15, Wayang kulit Wayang kulit adalah bentuk kesenian yang menampilkan adegan drama bayangan boneka yang terbuat dari kulit binatang, berbentuk pipih dan diwarna. Yang dimainkan oleh seorang dalang dengan menyuguhkan kisah-kisah atau cerita-cerita klasik
Di dalam kesenian wayang kulit terdapat dua orang penting yang berperan sebagai Dalang dan Lakon (Sesuai dengan tokoh yang diperankan).Dalang dan Lakon ini yang menggerakan dan mengarahkan wayang kulit sesuai dengan kisah yang ditampilkan.
Kebudayaan ini merupakan suatau kekayaan yang sangat benilai karena selain merupakan ciri khas dari suatu daerah juga mejadi lambang dari kepribadian suatu bangsa atau daerah.
Karena kebudayaan merupakan kekayaan serta ciri khas suatu daerah, maka menjaga, memelihara dan melestarikan budaya merupakan kewajiban dari setiap individu, dengan kata lain kebudayaan merupakan kekayaan yang harus dijaga dan dilestarikan oleh setiap suku bangsa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Wayang kulit
2. Asal usul Wayang kulit
3. Macam – Macam Wayang kulit di indonesia
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk menambah wawasan tentang budaya-budaya Indonesia dan juga mengajak pembaca untuk memahami lebih lagi tentang budaya Wayang Kulit
BAB 2
TEORI
WAYANG salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.
Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.
Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam pewayangan sengaja diciptakan para budayawan Indonesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk memperkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.
Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.
Perkembangan bentuk wayang juga mengalami perkembangan ragamnya, yakni mulai dari rumput, kulit kayu, kulit binatang ( wayang kulit ), wayang lukisan kain ( wayang beber ) dlsb. Wayang bukan hanya sekedar tontonan tetapi juga tuntunan dalam kehidupan untuk mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akherat dalam tingkat kesempurnaan abadi, sehingga tokoh-tokoh di pewayangan di identikkan dengan sifat-sifat manusia dan alam didalam kehidupan sehari-harinya. Dalam cerita pewayangan banyak ditemukan falsafah-falsafah hidup dan sering dijadikan kajian ilmiah oleh peneliti-peneliti dan Mahasiswa-mahasiswa baik didalam maupun diluar negeri, belajar dan mendalami wayang di Indonesia.
BAB 3
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wayang Kulit
Wayang Kulit adalah salah satu seni tradisional, Yang sangat berkembang di daerah jawa. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, wayang juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan. Wayang kulit terbuat dari lembaran kulit kerbau yang telah dikeringkan. Agar gerak wayang menjadi dinamis, pada bagian siku-siku tubuhnya disambung menggunakan sekrup yang terbuat dari tanduk kerbau.
Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang dan Lakon yang juga menjadi narator dialog – dialog tokoh wayang. Dalang dahulu dinilai sebagai profesi yang luhur, karena orang yang menjadi dalang biasanya adalah orang yang terpandang, berilmu, dan berbudi pekerti yang santun. Sambil memainkan wayang, sang dalang diiringi musik tradisional yang bersumber dari alat musik tradisional seperti gamelan. Disela-sela suara gamelan, dilantunkan syair-syair berbahasa jawa yang dinyanyikan oleh penyinden
B. Asal – Usul Wayang Kulit
Ditinjau dari sejarah yang ada, asal usul wayang dianggap telah hadir semenjak 1500 tahun sebelum Masehi. Wayang lahir dari para cendikia nenek moyang suku Jawa di masa silam. Pada masa itu, wayang diperkirakan hanya terbuat dari rerumputan yang diikat sehingga bentuknya masih sangat sederhana. Wayang dimainkan dalam ritual pemujaan roh nenek moyang dan dalam upacara-upacara adat Jawa Asal mula kesenian wayang kulit ini, tidak lepas dari sejarah wayang itu sendiri. Wayang berasal dari sebuah kalimat yang berbunyi “Ma Hyang” yang berarti berjalan menuju yang maha tinggi (bisa diartikan sebagai roh, Tuhan, ataupun Dewa). Akan tetapi, sebagian orang mengartikan bahwa wayang berasal dari bahasa jawa yang berarti bayangan.
Hal tersebut dikarenakan ketika penonton menyaksikan pertunjukan ini mereka hanya melihat bayangan yang digerakkan oleh para dalang yang juga merangkap tugas sebagai narator. Dalang merupakan singkatan dari kata-kata ngudhal piwulang. Ngudhal berarti menyebarluaskan atau membuka dan piwulang berarti pendidikan atau ilmu. Hal tersebut menegaskan bahwa posisi dalang adalah sebagai orang yang mempunyai ilmu yang lebih serta membagikannya kepada para penonton yang menyaksikan pertunjukan wayang tersebut.
Banyak para sejarawan yang meyakini bahwa asal usul wayang kulitini pada awalnya berkembang di negeri india, namun sebagian lain menyatakan bahwa wayang kulit ini berasal dari negeri Tiongkok china. Hal ini sesua dengan hipotesa bahwa india merupakan sumber dari agama Hindu dan Budha, sedangkan Tiongkok merupakan pusat kesenian daerah pada masa kerajaan Hindu dan Budha
Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmurnya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad 10. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga India.
Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi India, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 - 1160). Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata "mawayang" dan `aringgit' yang maksudnya adalah pertunjukan wayang
C. Macam – Macam Wayang Kulit
Pada Setiap Daerah wayang kulit memiliki ciri khasnya masing masing seperti pada daerah Yogyakarta, Surakarta, Cirebon dan Mojokerto. Disetiap daerah tersebut memiliki keunikanya tersendiri. Berikut adalah macam – macam Wayang kulit berdasarkan daerah asalny
Wayang Kulit Purwa Yogyakarta atau Wayang Kulit Gaya Yogyakarta merupakan wayang kulit yang secara morfologi memiliki ciri bentuk, pola tatahan, dan sunggingan (pewarnaan) yang khas. Selain itu dalam pertunjukan Wayang Kulit Purwa Yogyakarta juga memiliki unsur-unsur khas yaitu, lakon wayang ( penyajian alur cerita dan maknanya), catur ( narasi dan percakapan) , karawitan ( gendhing, sulukan dan properti panggung ).
Wayang Kulit Surakarta
Wayang Kulit Purwa Surakarta merupakan salah satu wayang yang terkenal di Indonesia. Dia memiliki ciri khas tersendiri yang membedakan dengan wayang daerah lain. Wayang Ku;it Purwa Surakarta memiliki detail tatahan & sunggingan yang sangat halus. . Seni rupa Wayang Kulit Purwa Surakarta berpusat di daerah Surakarta, dan berkembang dengan baik di Klaten, Kartasura, Sukoharjo, Sragen dan Wonogiri.
Wayang Kulit Cirebon
Diperkirakan Wayang Kulit Cirebon mendapat pengaruh langsung dari Demak ketika para Wali Songo masih hidup. Bentuk tatahan halus, warna cat kehijauan, sedang ciri khasnya adalah pakaian. Batara Narada, Batara Kala tidak memakai baju atau telanjang dada, tidak seperti wayang kulit Purwa dari Surakarta dan Yogyakarta, dimana para Dewa memakai baju. Wayang Cirebon, pakem wayang ini mengambil cerita dari kitab Mahabharata dan Ramayana yang telah diperbarui dan disesuaikan dengan dasar-dasar agama Islam oleh Sunan Panggung (Sunan Kalijaga). Tokoh Punakawan disini menjadi 9 orang, yaitu Semar, Gareng, Dawala, Bagong, Curis, Witorata, Ceblek, Cingkring, dan Bagol Buntung (melambangkan jumlah 9 wali yang ada dalam menjalankan dakwah Islamiyah.
Wayang Kulit Mojokerto
Wayang Kulit Mojokerto ini agak kecil, sedang ukir-ukiran, ornamen dan tata warnanya juga berbeda bila dibandingkan dengan wayang kulit gaya Surakarta dan Yogyakarta. Tatahan Wayang Purwo Jawa Timur ini lebih sederhana, dan lebih banyak memakai warna merah. Teknik pedalangannya, menggunakan bahasa atau dialek Jawa Timur.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Wayang kulit adalah kesenian indonesia khas jawa yang dipertunjukkan lewat sebuah layar yang disoroti oleh lampu, dan cara melihatnya melalui bayang – bayangnya. Wayang ada yang terbuat dari kulit binatang, dan kayu. Fungsi wayang sangat sentral, selain sebagai media hiburan, wayang juga berperan dalam penyebaran agama islam pada masa wali songo yang disebarkan oleh sunan kali jaga. Dalam pertunjukan wayang banyak nilai – nilai moral dan pendidikan yang disisipkan dalang, sebagai pembelajaran bagi penonton.
Namun adanya perkembangan zaman yang semakin modern, banyak generasi muda yang lebih menyukai budaya luar yang lebih modern, dari pada budaya wayang kulit yang terlihat kuno. Kita harus berupaya melestarikan kembali budaya ini, karena budaya ini merupakan salah satu budaya Indonesia yang diakui oleh Negara- Negara lain. Tentu kita patut bangga dengan adanya penghargaan tersebut. Akan tetapi bukan hanya bangga tanpa diikuti dengan ikut melestarikannya. Kepedulian masyarakat dan pemerintah di negeri ini terhadap wayang kulit sangat diharapkan.
Jangan sampai kesenian tradisional yang penuh pesan moral ini, diaku oleh bangsa lain, sebagai budaya milik mereka. Jika sudah seperti itu, masyarakat sendiri yang akan rugi telah kehilangan seni wayang kulit yang hanya ada di bangsa ini. Dan jangan sampai jugga seni wayang kulit ini ditelan kemajuan jaman dan pengaruh modernitas.
Daftar Pustaka